Ekonomi DKI Jakarta Tumbuh Pesat
Pada Triwulan II-2021, pertumbuhan ekonomi DKI Jakarta tumbuh pesat bahkan mencapai dua digit yaitu 10,91% terhadap Triwulan II-2020. Pertumbuhan ini disinyalir karena adanya momen perayaan Idul Fitri dan kenaikan pendapatan masyarakat dengan pemberian THR dan gaji ke-13 yang mendorong agregate demand bergerak naik. Selain itu, pelonggaran kegiatan usaha secara terbatas turut mendorong pemulihan ekonomi.
Dari sisi lapangan usaha, sektor-sektor yang tumbuh di DKI Jakarta yaitu penyediaan akomodasi dan makan minum, transportasi dan pergudangan, dan industri pengolahan. Penyediaan akomodasi dan makan minum tumbuh karena adanya peningkatan rata-rata Tingkat Penghunian Kamar (TPK) dan jumlah wisatawan mancanegara (wisman). Sementara itu, transportasi dan pergudangan tumbuh karena peningkatan jumlah penumpang pada hampir semua moda transportasi serta peningkatan mobilitas masyarakat ke berbagai destinasi yang ditunjukkan oleh data Google Mobility Index. Selain itu, industri pengolahan tumbuh karena adanya peningkatan produksi industri alat angkutan seiring dengan peningkatan kendaraan bermotor.
Dari sisi pengeluaran, semua komponen pengeluaran tumbuh positif. Pengeluaran Konsumsi Pemerintah (PKP) DKI Jakarta tumbuh tertinggi untuk keperluan belanja barang penanggulangan Covid-19, diantaranya program vaksinasi. Sementara itu, tumbuhnya Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga (PKRT) pada kelompok transportasi, komunikasi, dan rekreasi serta hotel dan restoran, dikarenakan adanya peningkatan aktivitas masyarakat dengan batasan tertentu, seperti masyarakat sudah bisa mengunjungi toko ritel, mal dan restoran yang dibuka hingga pukul 21.00 WIB dengan protokol kesehatan ketat dan kapasitas terbatas.
Selama Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat Darurat, Deflasi Jakarta Tidak Begitu Dalam
Sejak pandemi Covid-19 masuk ke Indonesia, perekonomian menjadi tidak stabil karena adanya Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) guna mencegah penyebaran virus dan memutus mata rantai penyebaran. Pembatasan tersebut cenderung membuat harga sejumlah barang dan jasa menurun kecuali barang dan jasa terkait kesehatan dan teknologi informasi & jasa keuangan. Masyarakat cenderung menahan untuk membelanjakan uangnya dan ada juga masyarakat yang kehilangan pekerjaan atau pun pendapatannya berkurangnya. Hal ini menyebabkan penurunan permintaan sejumlah barang dan jasa yang diikuti penurunan harga.
Pada masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) Ketat yang pertama (April-Juni 2020) dan ketiga (Januari-Februari 2021), inflasi cenderung mengalami penurunan. Hal ini juga terjadi pada masa PPKM Darurat yang berlaku sejak 3 Juli 2021. Selama masa itu, beberapa komoditas di Jakarta mengalami penurunan harga. Lesunya permintaan dan sepinya transaksi penjualan di tengah pasokan barang dan jasa yang memadai, membuat harga bahan makanan, transportasi, dan perawatan pribadi dan jasa lainnya melemah. DKI Jakarta mengalami deflasi pada Juli 2021 sebesar -0,04%. Walaupun demikian, deflasi kali ini tidak terlalu dalam dibanding bulan lalu yang mengalami deflasi sebesar -0,27% akibat deflasi musiman pasca lebaran.
Deflasi kali ini dipengaruhi oleh penurunan harga pada kelompok pengeluaran makanan, minuman, dan tembakau, khususnya komoditi cabai merah, bawang merah, telur ayam ras, dan beras yang masing-masing memberikan andil deflasi sebesar -0,021%, -0,015%, -0,014%, dan -0,012%. Kelompok pengeluaran lain yang mendorong deflasi kali ini yaitu kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnya (komoditi utama emas perhiasan) dan kelompok transportasi (komoditi utama kendaraan roda empat online dan angkutan udara). Sementara itu kelompok pengeluaran yang menahan laju deflasi yaitu kelompok perlengkapan, peralatan, dan pemeliharaan rutin rumah tangga (komoditi utama sabun cair/cuci piring dan pembasmi nyamuk spray), kelompok kesehatan (komoditi utama obat maag dan obat sakit kepala), dan kelompok pakaian dan alas kaki (komoditi utama binatu/laundry dan baju).