Sidang Kelompok Bidang Pembangunan dan Lingkungan Hidup Musrenbang RPJMD 2025-2029 Sidang Kelompok Bidang Pembangunan dan Lingkungan Hidup Musrenbang RPJMD 2025-2029

Sidang Kelompok Bidang Pembangunan dan Lingkungan Hidup Musrenbang RPJMD 2025-2029

Kepala Bidang Pembangunan dan Lingkungan Hidup (Kabid PLH) Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi DKI Jakarta, Deftrianov, membuka acara ini di Ruang Tempo Doeloe, Grha Ali Sadikin lantai 2, Balai Kota, pada Senin, 5 Mei 2025. Sidang Kelompok Bidang PLH Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2025-2029 ingin mengintegrasikan rancangan RPJMD dengan program-program gubernur.

Ia mengungkapkan, jumlah penduduk Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, serta Bekasi) mencapai sekitar 30 juta orang. Dengan demikian, merupakan salah satu kawasan aglomerasi perkotaan terbesar di dunia. Aglomerasi memungkinkan kerja sama dalam menangani berbagai masalah klasik Jakarta, seperti penanganan banjir, sampah, kemacetan, polusi udara, akses air bersih, serta permukiman kumuh.

Sidang kelompok ini menghadirkan dua narasumber. Pertama, mantan Kepala Otorita Ibu Kota Nusan-tara serta Guru Besar Kehormatan Bidang Keahlian Kota Layak Huni dan Berkelanjutan Universitas Diponegoro, Prof. Ir. Bambang Susantono, M.C.P., M.S.C.E., Ph.D. Kedua, Pelaksana Tugas Koordinator Sumatra I dan DKI Jakarta, Direktorat Regional I Deputi Bidang Pembangunan Kewilayahan Kemente-rian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Badan Perencanaan Pembangunan (Bappenas), Bintang Wananda, S.T., M.T.

Bambang Susantono: Tata Ruang sebagai Panglima

Bambang mengawali paparannya dengan empat trend perkotaan di seluruh dunia. Pertama, urbanisasi yang membuat dua pertiga penduduk dunia tinggal di kota. Kedua, perubahan iklim. Ketiga, disrupsi teknologi. Keempat, isu sosial-ekonomi seperti kesenjangan sosial dan pengangguran.

Menurutnya, perspektif pembangunan kota pun terus bergeser dari "kota kompetitif" yang ekonomi sentris, "kota berkelanjutan" yang prolingkungan, "kota cerdas" dengan teknologi sebagai pendukung, hingga "kota tangguh" dengan digitalisasi dan dekarbonisasi. Dengan demikian, ada pendekatan 5D yang mutakhir dalam pembangunan kota, yaitu: design (perencanaan), density (kepadatan), diversity (keragaman), digitalization (digitalisasi), serta decarbonization (dekarbonisasi).

Ia menawarkan sejumlah alternatif pembangunan. Di antaranya infrastruktur hijau, solusi berbasis  alam (nature-based solution) untuk sanitasi air misalnya, serta perencanaan manajemen keragaman hayati kota (biodiversity management master plan).

"Tata ruang harus sebagai panglima. Bangun ruang terbuka hijau dan ruang ekspresi warga. Inklusivitas adalah prioritas buat difabel, orang lanjut usia, serta warga miskin. Mixed-use development yang mengintegrasikan perumahan, kantor, dan transportasi mesti diupayakan. Kehidupan digital sebagai norma baru. Sektor informal sebagai keniscayaan. Hidup rendah karbon, adaptasi iklim, penerapan konsep sirkuler untuk menangani sampah, serta solusi berbasis alam dapat mengurangi dampak perubahan iklim. Kesimpulannya: smart, inclusive, resilient, green, and sustainable city," tutur Bambang.

Bintang Wananda: Aglomerasi sebagai Kunci

Bintang mengawali presentasinya dengan Trisula Program Pembangunan berupa tiga hal yang didorong dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029, yakni: pertumbuhan ekonomi 8%, kemiskinan menurun 4,5-5%, serta sumber daya manusia yang berkualitas.

Ia pun mengingatkan berbagai tantangan Jakarta untuk menjadi kota global. Di antaranya rob dan penurunan permukaan tanah, banjir, permukiman kumuh, pengelolaan sampah, kemacetan, kualitas udara dan air, ketersediaan ruang terbuka hijau dan lahan, serta kepadatan dan mobiitas penduduk.

Menurutnya, suatu permasalahan di Jakarta berkelindan dengan problem lain. Misalnya, pengangkutan sampah di permukiman kumuh masih rendah. Ditunjukkan dengan 79,3% penduduk slum yang belum mengolah sampah.

Bintang menyimpukan lima hal. Pertama, Trisula Program Pembangunan menjadi kunci utama dalam mencapai target pertumbuhan ekonomi 8%. Pertumbuhan ini dapat didorong oleh sektor konstruksi dan transportasi yang memiliki kontribusi tertinggi terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), melalui peningkatan kualitas layanan perkotaan serta pembangunan infrastruktur yang berorientasi pada keberlanjutan (sustainability) dan pengurangan emisi karbon (less carbon emission).

Kedua, kewenangan pemerintah pusat, daerah provinsi, dan kabupaten/kota dalam kawasan aglomerasi menjadi prioritas. Demi menjamin sinkronisasi pelaksanaan pembangunan serta pelayanan publik di kawasan aglomerasi yang perlu diintegrasikan dalam rencana pembangunan daerah.

Ketiga, regulasi yang adaptif dan agile akan menjadi daya tarik lembaga mitra pembangunan serta berbagai sumber pendanaan alternatif untuk membiayai program/kegiatan. Implementasi ide-ide terobosan ada kalanya membutuhkan pemberlakuan diskresi atau keistimewaan regulasi.

Keempat, mempertimbangkan proses pemberian diskresi umumnya membutuhkan waktu yang tidak singkat. Dalam jangka pendek dapat dilakukan pilot project atau studi kasus, sebagai dasar untuk mengidentifikasi lex specialist dan memberikan diskresi. Misalnya kerja sama dalam penyediaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) bersama, pembentukan holding Badan Usaha Penyediaan Air Bersih, Pengelolaan Persampahan, serta penerapan skema Polluters Pay.

Kelima, mewujudkan Jakarta Kota Global yang berkelanjutan memerlukan kolaborasi antara Jakarta dan daerah sekitarnya dalam Kawasan Aglomerasi Jakarta. Sinergi serta integrasi layanan menjadi kunci dalam visi Jakarta sebagai Kota Global dan Kawasan Aglomerasi sebagai pusat pertumbuhan ekonomi berskala global.

Rencana Strategis Perangkat-perangkat Daerah

Setelah berdiskusi dengan dua narasumber sejak pagi hingga siang, Dinas Bina Marga merupakan perangkat daerah pertama yang melanjutkan sidang kelompok bidang Pembangunan dan Lingkungan Hidup pada sesi siang hingga sore. Pembahasan antara lain tentang persentase jalan dengan fasilitas pendukung yang disesuaikan quick wins gubernur terkait utilitas.

Pada Selasa, 6 Mei 2025 pagi, Dinas Pertamanan dan Hutan Kota (Distamhut) membuka pembahasan target Ruang Terbuka Hijau (RTH) dari yang konservatif, kemudian dinaikkan agar Jakarta bisa masuk kota global 50 besar pada 2029 dan 20 besar pada 2045. Dasar target itu disesuaikan dengan luas wilayah daratan Jakarta yang mencapai 66,098 hektare. Fasilitas umum (fasum) dan fasilitas sosial (fasos) dari pengembang akan dioptimalkan pula.

Sedangkan pada siang harinya, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) membahas target Indeks Kualitas Udara dengan rumusan baru. Rumus baru juga diterapkan dalam parameter polutan pencemar udara, seperti S02, NO2, serta PM2,5.

DLH meminta dukungan Dinas Perhubungan (Dishub) untuk penerapan uji emisi kendaraan berat dan Kawasan Rendah Emisi. Sementara Dishub membeberkan kemacetan Jakarta berada di peringkat 90 pada 2024 dari peringkat 30 sebelumnya. Persentase kemacetan pun turun dari 53% menjadi 43%.

Pada Rabu pagi, 7 Mei 2025, di Ruang Raja Udang, Grha Ali Sadikin lantai 22, Balai Kota, giliran Dinas Sumber Daya Air yang menguraikan target pengurangan wilayah genangan banjir dari 906 hektare menjadi 409 hektare. Penanganan banjir juga dengan membangun polder, pompa, waduk, pengerukan sungai, serta tanggul laut.

Sedangkan Kepala Bidang Pembangunan dan Lingkungan Hidup (Kabid PLH) yang sore harinya dilantik menjadi Wakil Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi DKI Jakarta, Deftrianov, menandaskan, lima tahun ini merupakan tahap penyiapan fundamen berupa pelayanan dasar (basic services) untuk Jakarta menuju kota global. Ia pun menegaskan, banjir masih menjadi momok bagi Jakarta, sebab merugikan secara ekonomi.

Sementara itu, Perusahaan Air Minum (PAM) Jaya mempercepat setahun target layanan air bersih 100% dari 2030 menjadi 2029. PAM Jaya juga bakal menawarkan 20-30% saham perdana (Initial Public Offering/IPO) dengan target Rp 5-7 triliun.

Instalasi Pengolahan Air (IPA) akan dibangun pula di Muara Karang (750 liter per second/lps), Condet (1.000 lps), Semanan (200 lps), serta +TC (400 lps). Sedangkan jaringan perpipaan Sistem Pengelolaan Air Limbah Domestik Terpusat (SPALD-T) dan Sistem Pengelolaan Air Limbah Domestik Setempat (SPALD-S) membuka akses layanan pengelolaan air limbah yang dikelola Paljaya.

Pada waktu yang sama namun di ruangan yang berbeda, sidang kelompok dengan Dinas Cipta Karya, Tata Ruang, dan Pertanahan (DCKTRP) banyak berkutat tentang Kawasan Strategis yang terdiri dari Kawasan Kompak dan Kawasan Berorientasi Transit. Sesuai Peraturan Gubernur Nomor 31 Tahun 2022, kawasan Transit Oriented Development (TOD) mengintegrasikan hunian, kantor, serta transportasi.

446.651 bidang tanah yang belum bersertifikat merupakan masalah lain untuk menyelesaikan legalitas lahan di kawasan permukiman. Indeks Konsumsi Energi (IKE) mengemuka pula dalam 789 bangunan non-pemerintah dan 16 bangunan Pemprov yang tingginya di atas delapan lantai.

Dalam sesi terakhir dengan Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (DPRKP) terungkap empat sasaran, yakni: rumah tangga yang memiliki akses terhadap hunian nan layak (minimal 7,2 meter persegi per kapita) dan terjangkau, sumber air dan sanitasi yang layak, serta ketahanan bangunan. Buang Air Besar Sembarangan (BABS) yang kini 4-5%, sudah harus 0% di kota global.

Sementara itu, Kasubdit Keterpaduan, Kemitraan, Kelembagaan Perumahan Perkotaan, Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman, Prakarsa Yoga, mengungkapkan, tiga juta rumah bagi Masya-rakat Berpenghasilan Rendah (MBR) yang ditargetkan pemerintah pusat terdiri dari: 1 juta di perkotaan, 1 juta di perdesaan, serta 1 juta di pesisir. Namun, ia tidak menjelaskan, dari 1 juta rumah MBR di perkotaan, porsi untuk Jakarta berapa. Ia hanya menargetkan. 1.900 rumah susun dan 11.000 rumah stimulan pada 2025. Selain pembangunan rumah baru yang dibiayai Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN), ada juga yang dibiayai oleh pengembang, secara swadaya, maupun gotong-royong.

Pihak DPRKP menanyakan beberapa masalah kepada Kementerian PKP. Misalnya, di Tanah Tinggi ada rumah seluas lima persegi yang dihuni 16 jiwa, sehingga hanya bisa ditingkatkan menjadi dua lantai dalam program perbaikan rumah. Atap seng pun tidak dapat diseragamkan, sebab di Kepulauan Seribu lebih adem dengan asbes yang diidentikkan kumuh. Sementara Rusun Marunda buat MBR sudah lama, sehingga perlu perbaikan Kementerian PKP.  

Artikel Terkait
Aksesbilitas
Perbesar Text
Kecilkan Text
Readable Font
Atur Ulang / Reset