Penilaian Inovator Jakarta Penilaian Inovator Jakarta

Penilaian Inovator Jakarta


Untuk mengapresiasi para inovator di berbagai pemangku kepentingan, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi DKI Jakarta mengadakan Jakarta Innovations Awards (JIA) 2025. Penghargaan ini termasuk rangkaian pre-event Jakarta Innovation Days (JID) 2025 yang akan berlangsung di Kawasan Dukuh Atas, Jakarta Pusat, pada 21-25 Oktober 2025. Kegiatan tersebut diharapkan dapat mendorong para inovator di berbagai sektor, untuk mewujudkan riset dan inovasi Jakarta berkelanjutan yang merupakan salah satu indikator kota global.

Penilaian JIA 2025 dimulai untuk kategori Kelurahan dan Masyarakat pada 30 September 2025 di Aone Hotel, Jalan Wahid Hasyim, Jakarta Pusat. Penilaian akan dilanjutkan di tempat yang sama pada 1 Oktober 2025 untuk kategori Sekolah (SMP/SMA/SMK), 2 Oktober 2025 untuk kategori Organisasi Perangkat Daerah (OPD), serta 6 Oktober 2025 untuk kategori Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Sedangkan jurinya berasal dari tiga unsur, yakni Kementerian Dalam Negeri, Badan Riset dan Inovasi Nasional, serta komunitas.




Lurah Petojo Utara, Dipta Dwipakusuma, dari Jakarta Pusat, tampil pertama kali dengan hilirisasi inovasi produk Hilda Kejora. Inovasi ini dilatarbelakangi masalah Usaha Mikro, Kecil, Menengah (UMKM) yang kurang berkembang serta sampah yang belum dikelola. Karena itu, sejak 2024, kelurahan berupaya membentuk ekosistem inovasi lokal, untuk memperkuat ekonomi 20.735 warga Petojo Utara

Produknya dari misabi kembang teleng seharga Rp 12.000 per ons, obertas berupa rempeyek bayam seharga Rp 15.000 per ons, hingga kaligrafi geometris (kufi) yang terbuat dari sampah kardus seharga Rp 50.000. Berbagai problem dan tantangan ditanyakan juri. Misalnya, partisipasi warga/komunitas untuk menumbuhkan rasa memiliki, posisi pemerintah sebagai fasilitator, konsistensi mutu produk, akses pasar, modal, pembayaran digital, dapur bersama, dokumen kependudukan, dan lain-lain.

Sedangkan Lurah Pegangsaan Dua, Sarmudi, dari Jakarta Utara tampil kompak bersama Camat Kelapa Gading dan Kelompok Tani Kebun Gangnam. Mereka menyulap lahan tidur seluas 1.330 meter persegi dengan menanam 70 komoditas pertanian/perkebunan seperti sayur dan buah yang bisa dipetik sendiri serta peternakan lele yang diolah menjadi abon. Kompos pun dibuat dari sampah organik untuk pupuk.

Kolaborasi dijalin dengan Restoran Wiro Sableng, Jurusan Tata Boga SMKN 33, Institut Pertanian Bogor untuk pengendalian hama, serta Universitas Jenderal Sudirman yang salah seorang mahasiswanya meneliti Kebun Gangnam buat skripsinya. Replikasi sudah dilakukan di empat lokasi Kelurahan Pegangsaan Dua, dari tanah milik LRT Jakarta sampai halaman gereja. Dampaknya pun terasa, dari fungsionalisasi aset Pemprov DKI, ketahanan pangan, edukasi pangan, penurunan stunting, hingga penambahan ruang terbuka hijau.

Sementara Lurah Cikoko, Fadhilah Nursehati, dari Jakarta Selatan, memaparkan tentang Cikoko Biofarm Education yang ber-tagline "dari persoalan menjadi peluang". Berawal pada 2021, kotoran sebuah peternakan sapi ditampung dalam sebuah  bak yang berbau, menjadi kubangan nyamuk, serta mengalir ke lingkungan warga bila hujan. Berkat bantuan Badan Amil Zakat, Infak, dan Sedekah (Baznas) DKI, Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Pengelolaan Air Limbah (PAL) Jaya, Dinas Sumber Daya Air (DSDA), serta komunitas peternak sapi potong, dibangun biodigester pada 2023, berupa wadah tertutup kedap udara yang berfungsi menguraikan bahan organik tanpa oksigen (anaerobik) oleh mikroorganisme, untuk menghasikan biogas dan pupuk organik.

Dari Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL), kotoran sapi masuk ke tabung biogas, lalu hasil fermentasinya menjadi metana pengganti gas elpiji, bagi 27 pemanfaat di 20 rumah sekitarnya.  Sedangkan limbah cair sapi diolah menjadi pupuk yang dijual lewat e-order. 40 ekor sapi yang berada di peternakan ini dapat menghasilkan 2.000 kilogram kotoran. Selain bernilai ekonomis dan menjadi energi terbarukan yang bersahabat dengan lingkungan, pengelolaan kotoran sapi ini juga bernilai edukatif karena sering diliput media massa serta kerap dikunjungi sekolah atau kampus.

Problem banjir membuat Lurah Cawang, Didik Darjo, dari Jakarta Timur membentuk Siaga Air Ciliwung (Saung) bersama warga bantaran kali. Saung berfokus pada kesiapsiagaan banjir, mitigasi bencana, dan edukasi lingkungan. Mereka mengintegrasikan sistem deteksi dini (Early Warning System/EWS), pertanian kota (urban farming), conbloc atau bahan bangunan yang diolah dari plastik (ecobrick), serta aksi preventif dan tanggap darurat.

EWS mendeteksi Tinggi Muka Air (TMA) Sungai Ciliwung dari ketinggian 50 sentimeter, 1 meter, 1,5 meter, hingga 2 meter. Dengan demikian dapat diperkirakan kebutuhan dapur umum yang dikelola Juru Pemantau Jentik (Jumantik) dan Dasawisma yang merupakan kelompok ibu dari 10-20 keluarga di lingkungan Rukun Tetangga (RT), untuk memudahkan program Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK). Saung bersinergi dengan Pertamina Patra Niaga yang selama tiga tahun memberikan Corporate Social Responsibility (CSR)-nya.

Dari Kabupaten Kepulauan Seribu, Lurah Pulau Pari, Muhammad Adriansyah, mempresentasikan Pulau Lancang from Zero to One. Pulau seluas 18 hektare ini berpenduduk 2.370 jiwa yang kebanyakan berprofesi sebagai nelayan. Dari pulau hunian biasa, Lancang menjadi destinasi wisata berkat pulau timbul seluas 7.449 meter persegi yang disebut Gusung Klanceng, dengan pasir putih serta sunrise dan sunset-nya nan indah.

Wisatawan pun berdatangan karena ada daya tarik lain, seperti Pantai Karang Mangrove seluas 2.118 meter persegi, Empang Rileks seluas 1.600 meter persegi dengan bibit bandeng 2.000 ekor setiap tiga bulan untuk lomba mancing, serta Taman Cemara seluas 2.140 meter persegi yang menjadi titik kumpul warga dan tempat camping sebelum atau sesudah mancing di tengah laut. Berbagai hasil laut bisa menjadi produk bernilai ekonomis pula, semisal teri nasi, rajungan, teri belah, dan sebagainya. 

Artikel Terkait
Aksesbilitas
Perbesar Text
Kecilkan Text
Readable Font
Atur Ulang / Reset