Pandemi COVID-19 telah mendisrupsi berbagai sektor kehidupan. Krisis kesehatan secara global memiliki efek domino kepada perekonomian, sosial dan bahkan lingkungan hidup. Kebijakan pembatasan sosial dalam rangka mencegah penyebaran virus COVID-19 membuat sektor perekonomian terpuruk di tahun 2020; produktivitas tenaga kerja menurun akibat kebijakan perusahaan untuk merumahkan, mengurangi jam kerja, hingga memutus hubungan kerja; dan tak pelak membuat jumlah penduduk miskin semakin bertambah.
Upaya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam menanggulangi kemiskinan pada masa pandemi tersebut di antaranya melalui instrumen kebijakan di sisi belanja (melalui refocusing anggaran), pendapatan (melalui keringanan hingga pembebasan sanksi administratif pajak dan retribusi), dan berbagai instrumen regulasi lainnya. Alokasi anggaran untuk penanggulangan kemiskinan tercatat meningkat dibandingkan tahun sebelumnya. Peningkatan tersebut berasal dari penambahan belanja bantuan sosial (klaster 1) sebagai upaya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam menyediakan jaring pengaman sosial bagi warga. Upaya perlindungan sosial melalui skema perluasan cakupan dan ragam bantuan sosial di DKI Jakarta tersebut mampu meredam laju pertambahan penduduk miskin di periode September 2020.
Sebanyak 75,69% dari program-program pembangunan yang termasuk dalam kelompok program penanggulangan kemiskinan tercatat dapat mencapai target yang diharapkan. Hal tersebut di antaranya dipengaruhi oleh perubahan dalam tata layanan program yang bersifat konvensional menjadi berbasis digital (beban biaya terpangkas akibat komponen belanja dalam format konvensional tidak lagi dibutuhkan seperti makan-minum rapat), kolaborasi dengan berbagai sektor nonpemerintah lainnya untuk penyelenggaraan program, dsb. Situasi tersebut juga membuka peluang untuk mengoptimalkan proses penyusunan dokumen perencanaan dan penganggaran pada periode yang akan datang, serta menyempurnakan mekanisme dalam monitoring dan evaluasi untuk pengukuran kinerja pembangunan. Selain itu, integrasi antara pemutakhiran dan pemanfaatan data sasaran serta layanan pengaduan terkait upaya penanggulangan kemiskinan juga perlu dioptimalkan.
Kerentanan penduduk untuk jatuh dalam kemiskinan digambarkan dengan postur di sektor ketenagakerjaan dimana penduduk yang bekerja di sektor informal pada kelompok miskin kronis mencapai 42,53%. Selain itu, didominasi pula oleh sektor pekerjaan di bidang jasa masyarakat dan personal; perdagangan, restoran, dan perhotelan; serta transportasi, pergudangan, dan komunikasi yang sebagian besar sangat terdampak akibat COVID-19.
Akses terhadap layanan publik khususnya untuk pendidikan dan kesehatan di DKI Jakarta relatif memadai. Namun demikian, tingkat partisipasi pendidikan dan tingkat keberlanjutan pendidikan khususnya pada jenjang SMP dan SMA masih relatif rendah, khususnya pada kelompok penduduk miskin kronis. Cakupan imunisasi lengkap bagi anak usia 1—4 tahun pada kelompok miskin kronis, miskin dan rentan di DKI Jakarta juga belum mencapai 70%.
Akses terhadap hunian yang layak bagi kelompok miskin dan rentan masih relatif terbatas. Utamanya, bagi kelompok penduduk pada kategori miskin kronis dan miskin. Hal tersebut menjadi faktor pendorong bagi risiko paparan penyakit yang pada akhirnya akan memperburuk situasi kesejahteraan penduduk pada kelompok tersebut.
Pemerintah tidak dapat bekerja sendiri. Kolaborasi lintas sektor menjadi kata kunci dan menempati posisi yang sangat penting untuk memastikan keberhasilan pembangunan, utamanya upaya penanggulangan kemiskinan. Penguatan kolaborasi dan ko-kreasi dalam pembangunan melalui platform JDCN memiliki kontribusi yang baik bagi Provinsi DKI Jakarta untuk meredam ekses negatif dari pandemi COVID-19. Pada tahun 2020, tercatat telah terjalin inisiatif kolaborasi sosial berskala besar (KSBB) di berbagai sektor meliputi pangan, pendidikan, UMKM, permukiman dan tenaga kerja.
Setiap sektor di dalam pembangunan memiliki kesalingterkaitan (interconnectedness). Upaya penanggulangan kemiskinan tidak dapat berjalan dengan menegasikan peran dari sektor pembangunan lainnya. Dari sisi sasaran, spektrum penanggulangan kemiskinan perlu diperluas tidak sekadar pada mereka yang berada di bawah atau sedikit di atas garis kemiskinan. Tetapi, bahkan hingga mereka yang telah berada pada level menuju kelas menengah (aspiring middle class/AMC). Hal tersebut sejalan dengan hasil kajian yang dilakukan oleh Bappenas (2019) dimana kelompok kelas menengah atas merupakan kelompok masyarakat yang relatif aman dari kemiskinan dengan proporsi penduduk pada kategori tersebut di wilayah perkotaan mencapai 31,4%. Artinya, penduduk yang berada pada kategori sangat miskin hingga menuju kelas menengah/AMC masih relatif volatil terhadap kemiskinan.
Pandemi COVID-19 menjadi tantangan utama dalam upaya penanggulangan kemiskinan di tahun 2020. Pandemi juga telah membuktikan bahwa pentingnya sistem perlindungan sosial yang bersifat universal (mampu menjangkau seluruh penduduk). Sistem perlindungan sosial tersebut tidak hanya berupa bantuan sosial, tetapi juga jaminan sosial.
Situasi yang terjadi pada tahun 2020, mengantarkan pada rekomendasi perbaikan upaya penanggulangan kemiskinan di Provinsi DKI Jakarta. Di antaranya, dengan melakukan penguatan kelembagaan TKPK Provinsi DKI Jakarta melalui penyusunan instrumen kinerja penanggulangan kemiskinan pada level Perangkat Daerah/Unit Kerja Perangkat Daerah (PD/UKPD); optimalisasi peran dari platform JDCN untuk kolaborasi dan ko-kreasi penanggulangan kemiskinan; serta perbaikan pada sektor pembangunan yang spesifik di antaranya sistem perlindungan sosial yang universal, pelayanan dasar, pemberdayaan masyarakat, hingga kualitas dan ketepatan data sasaran juga pemanfaatannya dalam pelaksanaan upaya penanggulangan kemiskinan.
Dokumen Laporan Pelaksanaan Penanggulangan Kemiskinan Daerah (LP2KD) Provinsi DKI Jakarta Tahun 2020 Download