Berita Perencanaan|

Senin (9/10), Bappeda Provinsi DKI Jakarta menyelenggarakan Forum Group Discussion (FGD) terkait Arah Pengembangan Budaya, Pariwisata, dan Ekonomi Kreatif dalam mendukung Jakarta sebagai Kota Global yang berdaya saing. Hal ini dilakukan sebagai salah satu proses persiapan penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) yang ingin dibangun secara dinamis bersama para stakeholders. FGD dibuka langsung oleh Kepala Bappeda Provinsi DKI Jakarta, Atika Nur Rahmania, serta dilanjutkan dengan pemaparan isu-isu kota Jakarta oleh Kepala Bidang Perencanaan Strategis dan Pendanaan Pembangunan, Bappeda Provinsi DKI Jakarta, Yudi Douglas Batubara. 


Ada 5 (lima) index yang setidaknya digunakan dalam mengukur kesiapan Jakarta menjadi Kota Global di antaranya, The Globalization and World Cities Research Network (GaWC); Global City Index (GCI); Global Power City Index (GPCI); Economic Intelligence Unit (EIU) Liveability Index; serta Cities in Motion Index. Lebih lanjut, untuk menjadi kota global yang kompetitif, sebuah kota setidaknya perlu memiliki beberapa indikator penting seperti, ekonomi yang mapan dan terkoneksi secara global; kapasitas riset dan inovasi yang baik serta berkelanjutan; ruang yang nyaman untuk dihuni; pariwisata dan interaksi budaya yang menarik untuk wisatawan berkunjung; lingkungan yang bersih, nyaman dan berkelanjutan; serta aksesibilitas yang terkoneksi secara intra dan inter kota. 


Berdasarkan aspek kultural, Jakarta menempati peringkat cukup tinggi yakni, peringkat 42 dari 48 kota. Namun, dalam aspek lainnya masih cukup rendah. Terlebih lagi, Jakarta semestinya bukan hanya kota komersil, namun juga perlu menjadi kota budaya. Untuk itu, turut diundang 4 (empat) narasumber pakar dalam kebudayaan baik dari sisi pemerintah, swasta hingga akademisi di antaranya, Direktur Kajian Strategis Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Parekraf) Republik Indonesia, Agustini Rahayu; Perwakilan Direktur Pengembangan dan Pemanfaatan Kebudayaan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Anggoro Dwi Cahyo; Dosen Institut Teknologi Bandung, Dr. Fikri Zul Fahmi, S.T, M.Sc.; serta Board Member of Mitra Museum Jakarta, Winda Malika Siregar. Selain itu, turut hadir Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif DKI Jakarta, Andhika Permata sebagai salah satu penanggap dalam diskusi. 


Menurut Agustini Rahayu, ada 3 (tiga) kunci utama yang diperlukan dalam menentukan arah kebijakan sektor pariwisata dan ekonomi kreatif yakni, inovasi, adaptasi, dan kolaborasi. Namun, seringkali kolaborasi terhadap budaya menjadi terhadang karena kurangnya komunikasi di antara stakeholders terkait. Anggoro Dwi Cahyo sebagai narasumber kedua juga berharap agar ada lebih banyak lagi bangunan-bangunan yang statusnya sebagai cagar budaya dan dapat difungsikan kembali sesuai dengan kondisinya demi kemajuan Parekraf di Jakarta. Sementara itu dari sisi ekonomi kreatif, Fikri Zul Fahmi berpendapat bahwa value creation seperti inovasi dan intellectual property dapat mendorong industri kreatif menjadi lebih baik dan berkembang. Selain itu, Winda Malika Siregar turut memberikan pendapat terkait Parekraf dari segi museum. Menurutnya, perlu ada sense of belonging dari kita semua terhadap kebudayaan yang dipamerkan dalam museum. Setelah mendengar paparan para narasumber, dapat diambil kesimpulan dari FGD ini yaitu, Jakarta memiliki banyak potensi budaya yang dapat diasah dan dimaksimalkan menjadi lebih baik agar semakin menarik perhatian para wisatawan mancanegara. 


Pada sesi akhir FGD, para peserta dari perwakilan komunitas dan organisasi juga turut memberi tanggapan dan pertanyaan. Kemudian, FGD ditutup dengan sesi foto bersama dengan narasumber dan seluruh peserta yang hadir.


Close Search Window